Jumat, 24 Oktober 2008

Sandal Jepit Istriku

Selera makanku mendadak punah. Hanya ada rasa kesal dan jengkel yang memenuhi kepala ini. Duh, betapa tidak gemas, dalam keadaan lapar memuncak seperti ini, makanan yang tersedia tak ada yang memuaskan lidah. Sayur sop rasanya manis bak kolak pisang, sedang perkedelnya asin tak ketulungan.

"Ummi... Ummi, kapan kamu dapat memasak dengan benar? Selalu saja, kalau tak keasinan, kemanisan, kalau tak keaseman, ya kepedesan!" Ya, aku tak bisa menahan emosi untuk tak menggerutu.

"Sabar Bi, Rasulullah juga sabar terhadap masakan Aisyah dan Khodijah. Katanya mau kayak Rasul? Ucap isteriku kalem.

"Iya. Tapi Abi kan manusia biasa. Abi belum bisa sabar seperti Rasul. Abi tak tahan kalau makan terus menerus seperti ini!" Jawabku masih dengan nada tinggi.

Mendengar ucapanku yang bernada emosi, kulihat isteriku menundukkan kepala dalam-dalam. Kalau sudah begitu, aku yakin pasti air matanya merebak.

***
Sepekan sudah aku ke luar kota. Dan tentu, ketika pulang benak ini penuh dengan jumput-jumput harapan untuk menemukan baiti jannati di rumahku. Namun apa yang terjadi? Ternyata kenyataan tak sesuai dengan apa yang kuimpikan. Sesampainya di rumah, kepalaku malah mumet tujuh keliling. Bayangkan saja, rumah kontrakanku tak ubahnya laksana kapal pecah. Pakaian bersih yang belum disetrika menggunung di sana sini. Piring-piring kotor berpesta-pora di dapur, dan cucian, wouw! berember-ember. Ditambah lagi aroma bau busuknya yang menyengat, karena berhari-hari direndam dengan deterjen tapi tak juga dicuci. Melihat keadaan seperti ini aku cuma bisa beristigfar sambil mengurut dada.

"Ummi... Ummi, bagaimana Abi tak selalu kesal kalau keadaan terus menerus begini?" ucapku sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Ummi... isteri sholihah itu tak hanya pandai ngisi pengajian, tapi dia juga harus pandai dalam mengatur tetek bengek urusan rumah tangga. Harus bisa masak, nyetrika, nyuci, jahit baju, beresin rumah?"

Belum sempat kata-kataku habis sudah terdengar ledakan tangis isteriku yang kelihatan begitu pilu. "Ah...wanita gampang sekali untuk menangis," batinku. "Sudah diam Mi, tak boleh cengeng. Katanya mau jadi isteri shalihah? Isteri shalihah itu tidak cengeng," bujukku hati-hati setelah melihat air matanya menganak sungai.

"Gimana nggak nangis! Baru juga pulang sudah ngomel-ngomel terus. Rumah ini berantakan karena memang Ummi tak bisa mengerjakan apa-apa. Jangankan untuk kerja, jalan saja susah. Ummi kan muntah-muntah terus, ini badan rasanya tak bertenaga sama sekali," ucap isteriku diselingi isak tangis. "Abi nggak ngerasain sih bagaimana maboknya orang yang hamil muda..." Ucap isteriku lagi, sementara air matanya kulihat tetap merebak.

Hamil muda?!?! Subhanallah … Alhamdulillah…

***

Bi..., siang nanti antar Ummi ngaji ya...?" pinta isteriku. "Aduh, Mi... Abi kan sibuk sekali hari ini. Berangkat sendiri saja ya?" ucapku.
"Ya sudah, kalau Abi sibuk, Ummi naik bis umum saja, mudah-mudahan nggak pingsan di jalan," jawab isteriku.
"Lho, kok bilang gitu...?" selaku.
"Iya, dalam kondisi muntah-muntah seperti ini kepala Ummi gampang pusing kalau mencium bau bensin. Apalagi ditambah berdesak-desakan dalam dengan suasana panas menyengat. Tapi mudah-mudahan sih nggak kenapa-kenapa," ucap isteriku lagi.

"Ya sudah, kalau begitu naik bajaj saja," jawabku ringan.

***

Pertemuan dengan mitra usahaku hari ini ternyata diundur pekan depan. Kesempatan waktu luang ini kugunakan untuk menjemput isteriku. Entah kenapa hati ini tiba-tiba saja menjadi rindu padanya. Motorku sudah sampai di tempat isteriku mengaji. Di depan pintu kulihat masih banyak sepatu berjajar, ini pertanda acara belum selesai. Kuperhatikan sepatu yang berjumlah delapan pasang itu satu persatu. Ah, semuanya indah-indah dan kelihatan harganya begitu mahal. "Wanita, memang suka yang indah-indah, sampai bentuk sepatu pun lucu-lucu," aku membathin.

Mataku tiba-tiba terantuk pandang pada sebuah sendal jepit yang diapit sepasang sepatu indah. Kuperhatikan ada inisial huruf M tertulis di sandal jepit itu. Dug! Hati ini menjadi luruh. "Oh....bukankah ini sandal jepit isteriku?" tanya hatiku. Lalu segera kuambil sandal jepit kumal yang tertindih sepatu indah itu. Tes! Air mataku jatuh tanpa terasa. Perih nian rasanya hati ini, kenapa baru sekarang sadar bahwa aku tak pernah memperhatikan isteriku. Sampai-sampai kemana-mana ia pergi harus bersandal jepit kumal. Sementara teman-temannnya bersepatu bagus.

"Maafkan aku Maryam," pinta hatiku.

"Krek...," suara pintu terdengar dibuka. Aku terlonjak, lantas menyelinap ke tembok samping. Kulihat dua ukhti berjalan melintas sambil menggendong bocah mungil yang berjilbab indah dan cerah, secerah warna baju dan jilbab umminya. Beberapa menit setelah kepergian dua ukhti itu, kembali melintas ukhti-ukhti yang lain. Namun, belum juga kutemukan Maryamku. Aku menghitung sudah delapan orang keluar dari rumah itu, tapi isteriku belum juga keluar. Penantianku berakhir ketika sesosok tubuh berabaya gelap dan berjilbab hitam melintas. "Ini dia mujahidah (*) ku!" pekik hatiku. Ia beda dengan yang lain, ia begitu bersahaja. Kalau yang lain memakai baju berbunga cerah indah, ia hanya memakai baju warna gelap yang sudah lusuh pula warnanya. Diam-diam hatiku kembali dirayapi perasaan berdosa karena selama ini kurang memperhatikan isteri.

Ya, aku baru sadar, bahwa semenjak menikah belum pernah membelikan sepotong baju pun untuknya. Aku terlalu sibuk memperhatikan kekurangan-kekurangan isteriku, padahal di balik semua itu begitu banyak kelebihanmu, wahai Maryamku. Aku benar-benar menjadi malu pada Allah dan Rasul-Nya. Selama ini aku terlalu sibuk mengurus orang lain, sedang isteriku tak pernah kuurusi. Padahal Rasul telah berkata: "Yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya."

Sedang aku? Ah, kenapa pula aku lupa bahwa Allah menyuruh para suami agar menggauli isterinya dengan baik. Sedang aku terlalu sering ngomel dan menuntut isteri dengan sesuatu yang ia tak dapat melakukannya. Aku benar-benar merasa menjadi suami terzalim!

"Maryam...!" panggilku, ketika tubuh berabaya gelap itu melintas. Tubuh itu lantas berbalik ke arahku, pandangan matanya menunjukkan ketidakpercayaan atas kehadiranku di tempat ini. Namun, kemudian terlihat perlahan bibirnya mengembangkan senyum. Senyum bahagia.

"Abi...!" bisiknya pelan dan girang. Sungguh, baru kali ini aku melihat isteriku segirang ini.
"Ah, betapa manisnya wajah istriku ketika sedang kegirangan… kenapa tidak dari dulu kulakukan menjemput isteri?" sesal hatiku.

***

Esoknya aku membeli sepasang sepatu untuk isteriku. Ketika tahu hal itu, senyum bahagia kembali mengembang dari bibirnya. "Alhamdulillah, jazakallahu...," ucapnya dengan suara mendalam dan penuh ketulusan.

Ah, Maryamku, lagi-lagi hatiku terenyuh melihat polahmu. Lagi-lagi sesal menyerbu hatiku. Kenapa baru sekarang aku bisa bersyukur memperoleh isteri zuhud (**) dan 'iffah (***) sepertimu? Kenapa baru sekarang pula kutahu betapa nikmatnya menyaksikan matamu yang berbinar-binar karena perhatianku?

(Oleh : Yulia Abdullah)

Keterangan
(*) mujahidah : wanita yang sedang berjihad
(**) zuhud : membatasi kebutuhan hidup secukupnya walau mampu lebih dari itu

(***) ‘iffah : mampu menahan diri dari rasa malu

Sumber : http://www.omahkerudung.com/cerita-hikmah/sandal-jepit-istriku.html

Minggu, 19 Oktober 2008

PEREMPUAN HUTAN KARET

Rambut itu diwarnai rintikan gerimis menjelang hari beranjak pagi, terburai dlm remang, terjuntai bersama keheningan. Gadis mungil yg selalu menyimpan rahasia-rahasia yg hampir saja membuat malam pun ikut kebingungan untuk menerjemahkan apa yg ada dlm pikirannya.
Mungil masih selalu ingin dg keinginannya, menyendiri, menyendiri, dan menyendiri. Apa yg dilamunkannya? Semua terdiam sediam hening malam, semua membisu sebisu raut muka si Mungil. Ibunya pernah mencoba menyapa si Mungil dg menyela lamunannya.
" Apa yg kamu pikirkan Mungil?
" Mungil tdk menjawab, tetap terdiam, dan tdk tertarik sama sekali untuk menanggapi pertanyaan ibunya. Mungkin Mungil merasa kalau yg pantas tahu tentang pikirannya adalah orang yg suatu saat nanti akan jadi suaminya. Tapi selama ini mungil kelihatannya tdk tertarik dg laki2 sedikitpun. Atau memang Mungil tdk suka laki2?
_bersambung_

Rabu, 08 Oktober 2008

Surat Sahabat (Zahra)

AWas LOCH ada virus MERAH JAMBU!

Rasa syukur tiada henti-hentinya terpanjatkan untuk Allah Dzat Yang Maha Pemberi yang telah mengaruniai hati untuk memahami ayat2Nya, mata untuk melihat betapa besar keagunganNya, telinga untuk mendengar lantunan indah ayat2Nya, akal yang senantiasa memikirkan berbagai fenomena dan ciptaanNya, tangan yang denganNya kita bisa meraba ciptaanNya, dan dengan udaraNya kita bisa menjalani kehidupan ini.
Saudaraku…
Iman suatu harta yang tak ternilai dibandingkan apapun di dunia ini. Indah…sangat indah…bahkan terlalu indah untuk tidak diperjuangkan. Ia bagai mutiara yang senantiasa harus dijaga di hati hamba-hambanya. Semoga kita termasuk hamba-hambaNya yang menjadikannya paling utama diantara yang utama.
Allah menganugerahkan rasa cinta dalam hati manusia. Oleh karena itu Allah memberi aturan untuk membantu kita dalam memanagemen hati kita agar segala proses yang kita lalui tidak membuat kita kesulitan sendiri menghadapinya.. Pergaulan dalam Islam diatur dengan sangat indah agar bisa menjadi kebaikan bagi semua pihak dan sangat memperhatikan segi spikologis manusia.

Pergaulan dengan lawan jenis
Saudaraku…..
Setiap proses hubungan pria dan wanita diawali dari kenal, simpati, curahan hati, cinta, terus mengabdi. Saat ta’aruf ada tahap saling mengenal (introducing process). Saat simpati ada proses saling menyapa dan bertanya kabar (greting process). Saat memasuki area curhat, sudah ada mulai saling bercerita dan persentuhan ringan (speaking and touching). Baik dalam artian emosi maupun fisik. Lebih jauh lagi saat memasuki fase rindu, seseorang tidak cukup lagi dengan hanya menyentuh tetapi sudah menginginkan embrassing dan kissing. Setelah itu ada cinta yang menuntut lebih jauh lagi, foreplaying dan intercousing. Setelah cinta seseorang akan sampai pada tahap pengabdian
Manusia harus berhenti pada terminal cinta. Pengabdian hanya milik Allah, tidak boleh kecintaan kita pada seseorang membuat kita mengabdi padanya. Ketika cinta telah melekat maka orang akan melakukan apa saja demi cinta itu, meskipun mengabaikan dan melanggar larangan Allah. Ibaratnya, kalau cinta melekat tai kucing berasa coklat (katanya…lucu kan hehehe…). Tapi bila kecintaan kita kepada Allah melebihi segala-galanya, maka penglihatan dan hati kita pun tentu adalah Allah. Kita akan selalu teringat pada Sang terminal cinta, yaitu Allah SWT? “Sudah seperti itukah aku?Apakah Alah telah menjadi terminal cintaku?”
Saudaraku…
Hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, prosesnya harus berhenti pada simpati. Stop! Cinta suatu hal yang tak bisa dibendung. Ia seperti bola salju yang makin menggelinding maka akan semakin besar. Semakin besar keterlibatan emosional, maka akan makin intens hubungannya. Kita harus selalu waspada pada tipu daya syetan yang sering melenakan. Laki-laki dan perempuan itu seperti positif dan negative lho…, tidak ada sedikitpun jaminan tidak adanya ketertarikan ataupun terjadi penyimpangan dari tujuan semula. Apakah kita yakin bisa menjaga hati kita 100%? Hati-hati, cinta tak dapat dibendung, meski tujuan semula kita hanya ingin bersahabat!!
Ingat tidak, kisah Fatimah putri kesayangan Rasulullah yang memendam rasa simpatinya pada Ali hingga Allah mempertemukan mereka dalam ikatan yang suci? Setelah menikah Fatimah berterus terang pada Ali, “ Wahai Ali, sebelum aku menikah dengan engkau di kota Mekah ini ada seorang pemuda yang menjadi idola di hatiku. Aku sangat ingin kelak ia menjadi suamiku. Tapi semua itu hanya kusimpan di dalam hatiku,”kata Fatimah. “Kalau begitu engkau menyesal menikah denganku?”tanya Ali. “Tidak. Karena pemuda itu adalah engkau,’jawab Fatimah.
Jadi, itu simpati boleh, menilai mana sih pemuda/pemudi yang sholeh/sholihah boleh, tetapi tidak boleh diutarakan. Disimpan saja di dalam hati, jangan sampai jadi curahan hati. Enggak TST (Tau Sama Tau) I love you and you love me okey…, kalau itu sih sama saja dengan booking, dalam Islam dilarang, kecuali segera diikuti dengan pernikahan.
Saudariku…
Hati-hati itu perlu lho, bahkan sangat perlu. Orang yang beriman itu sangat sensitif terhadap amal maupun dosa. Mungkin suatu hal yang kita anggap biasa, misalnya sebatas teman biasa, tetapi yang namanya hati tidak bisa stabil. tidak tahu ia akan cenderung kemana. Bukankah iman seseorang itu kadang naik kadang turun? Jadi pergaulan harus dimanage secantik-cantiknya agar kita tidak terjerumus ke lembah kenistaan. Dan yang harus diperhatikan di sini bukan cuma diri kita sendiri tapi juga perlu memperhatikan hati orang yang bersangkutan, maupun prasangka orang lain. Bisa jadi kita malah menghancurkan dakwah Islam sendiri karena mejadikan image buruk bagi Islam dengan mengotori pola hidup Islami. Peluang terjadinya penyimpangan hati sangat besar. Kadang-kadang sebagian dari kita menjadikan lawan jenis yang bukan mahram sebagai teman “spesial” untuk mencurahkan segala gundah di hati. Mungkin dengan dalih dia lebih cocok pola berpikirnya, lebih enak diajak ngomong, dll. Apakah sudah tidak ada saudara sesama jenis atau yang mahram yang bisa jadi curahan hati atau ulil amri segala permasalahan kita?? Kemungkinan kedua akan lebih aman dan “persahabatannya” lebih murni. Bukankah sejak dulu Islam sangat menjunjung melarang adanya campur baur pria dan wanita dengan adanya perintah berhijab kecuali pengecualian-pengecualian tertentu??
Saudaraku…
Syetan bisa datang dari arah depan, belakang, kanan, kiri, atas, bawah, dengan kelihaiannya menggoda manusia dengan segala cara. Mereka mencari celah kelemahan manusia agar dapat meruntuhkan keimanannya sedikit demi sedikit, sangat lembut, perlahan-lahan…bahkan kadang tanpa terasa oleh kita, seperti sehelai rambut diambil dari gandum. Tahu-tahu bisa jadi kita sudah terlampau jauh melangkah menjauh dariNya.
Rasulullah dan para shahabat shahabiyahpun sangat menjaga pergaulan dengan lawan jenis yang bukan mahram baik melalui hijab maupun sikap dan perilaku mereka. Mereka berkomunikasi sebatas itu urgent dan memang perlu.
Ada beberapa aplikasi yang bisa kita lakukan untuk membentengi diri dari pergaulan bebas yang tidak terkontrol. Coba kita aplikasikan PIN dalam interaksi kita pada lawan jenis (bukan Pekan Imunisasi Nasional lho…), tetapi menjaga Pandangan, kenali kondisi Iman, dan disiplin dalam berinteraksi.
Yang pertama, menjaga Pandangan (QS.24/31-32). Pandangan adalah awal mula kebaikan maupun kemaksiyatan. Pandangan yang diridloi Allah akan melahirkan hal-hal yang positif, demikian pula pandangan yang tidak diridloi Allah akan berujung kemaksiyatan yang dimurkai Allah. Menjaga pandangan disini artinya bukan cuma menundukkan pandangan mata tetapi juga pandangan hati. Mata menunduk tetapi hati kotor/ngeres sama saja akan menjadikan hati kita tidak tenang. Mari senantiasalah perbaiki niat kita. Bukan hanya pada awalnya, tetapi juga di tengah-tengah proses maupun di akhir proses. Niat harus selalu diluruskan.
Yang kedua, kenali kondisi Iman, ketika kondisi iman sedang lemah, sebaiknya, untuk sementara, minimalkan aktivitas yang melibatkan lawan jenis. Jadi sebenarnya ini relatif, tergantung orang itu sendiri. Hal tersebut harus dipertimbangkan, apakah bisa mendatangkan kebaikan ataukah justru berefek buruk terhadap hati kita, pertimbangkan segi manfaat dan madlorotnya.
Yang ketiga, disiplin dalam berinteraksi. Setiap pembicaraan harus ada benar-benar karena ada agenda, artinya memang karena ada urusan, bukan cuma bercanda atau agenda yang dibuat-buat. Masing-masing dari kita harus selalu mengecek, misalnya : ketemu untuk urusan apa? Telpon/sms untuk urusan apa? Bila suatu urusan bisa diselesaikan dalam forum resmi, lebih baik diselesaikan dalam forum tersebut. Kecuali kalau memang urusannya sangat mendesak atau penting. Jangan suka mencari-cari agenda, itu adalah awal ketidakdisiplinanan kita.
Kedisiplinan disini juga mencakup cara berbicara bagi wanita. Jiwa yang muroqobah (merasa selalu diawasi oleh Allah), selalu memperhitungkan apakah pembicaraan atau perilakunya bernilai ibadah ataukah maksiyat. Khususnya bagi wanita, bahkan Allah memerintahkan untuk tidak merendahkan, melembutkan, atau mensensualkan suara kepada lawan jenis, kecuali suaminya. Ini semata-mata demi kebaikan wanita itu sendiri juga, karena itu justru akan menjadikan ia lebih berwibawa dan tidak dilecehkan. Tetapi Allah juga memerintahkan untuk berkata yang baik (qoulan ma’rufa) (QS.33/32) jadi perlu dimanage, bukan terus cuma membisu saja. Kriteria Qoulan ma’rufa ditentukan oleh nada, volume, gaya, isi pembicaraan, serta situasi dan kondisi, serta lawan bicara.

Rendah (sensual/manja) Rendah(lembut/hormat/sayang

Suami/istri Orangtua (lk/pr)
Guru/murid/tokoh (pr)
Senior/yunior (pr)
Anak-anak kecil, adik (lk/pr),dsb.



Sedang (datar/sopan biasa) Tinggi (keras/tegas)

Teman sebaya (lk/pr) Panggilan jauh
Orang umum (lk/pr) Gawat darurat
Transaksi bisnis Belajar
Komunikasi umum (lk/pr), dsb. Orang jahat, iseng, jahil, dsb.

Saudaraku…
Daripada memburu cinta yang semu lebih baik mengejar cinta yang abadi. Carilah terus cinta Allah, cinta yang haqiqi, yang pasti tidak akan dikecewakan dan pasti dibalas lebih. Allah akan mendatangkan kasih sayangNya dengan membuat orang-orang di sekitar kita mencintai kita, tetapi perlu kesabaran lho untuk melalui prosesnya. Bukankah untuk mengecek kadar keimanan seseorang Allah memberi kita rahmat kasih sayang dalam bentuk ujian? Jadi bersabarlah selalu dan dan ikhlaskan semua untuk Allah sebagai harga beli syurga. Allah akan datang pada kita dengan berlari kala kita mendekat kepadaNya dengan berjalan, kala kita merapat padaNya satu langkah Allah akan merapat seribu langkah, kala kita mendekat padaNya sedepa maka Ia akan mendekati kita sehasta, sungguh suatu dzat yang pengasih dan penyayang. Apakah ada yang sebanding dengannya? Yakinlah akan kebenaran janji Allah, Allah berjanji akan kabulkan doa kita ketika kita meminta padaNya bahkan Dia malu jika kita berdoa menengadahkan tangan tanpa membawa hasil apa- apa. Husnudlanlah jika sesuatu tidak terjadi sesuai kehendak kita, tetaplah positif thinking, Allahlah yang lebih mengetahui yang terbaik buat kita.
Terucap syukur alhamdulillah. Maha suci Allah yang selalu menjaga hati kita agar selalu mengabdi padaNya, tulus ikhlas meniti hidup di jalanNya, sabar terhadap berbagai cobaan yang diberikan olehNya, dan bersyukur atas segala karuniaNya. Hati adalah taman Ilahi, bagi orang yang selalu berusaha membersihkanNya. Tiada satu halpun yang terjadi diluar kehendakNya. Semoga kita termasuk penebar kasih sayangNya di bumi ini, tuk peroleh harumnya wangi surga yang tiada terbayang keindahannya. Atas kasih sayangNya pula, hati benar-benar ingin selalu dekat denganNya, takut akan ditinggalkanNya, dan takut menyelewengkan amanahNya. Kehidupan ini ada karena limpahan karunia dan kasih sayangNya, jangan sampai kita khianati. Nikmat Allah tidak terhitung tetapi adzabnya juga sangat pedih lho! Na’udzubillaahi min dzaalik. Semoga bermanfaat. Good Luck !!



Love you all my broth’ and sist’ cause Allah,
IZul in Jogja city
Z_s@yahoo.com